Minggu, 05 Juni 2016

Media BK - Alih Peran

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Metode pengajaran nilai atau norma masyarakat yang sudah dilaksanakan melalui proses pendidikan formal di sekolah khususnya sekolah dasar disinyalir kurang berhasil memberikan dampak positif terhadap pembentukan perilaku individu. Ditandai masih banyak dijumpainya perilaku yang tidak sesuai dengan norma masyarakat itu sendiri. Serangkaian pola perilaku yang ada pada siswa sekolah dasar saat ini adalah hasil dari proses belajar dari masa sebelumnya. Proses belajar individu sangat dipengaruhi lingkungan tempat mereka berada. Lingkungan yang dimaksud diantaranya rumah, sekolah, teman bermain dan masyarakat luas.
Salah satu upaya menyelenggarakan pengajaran nilai yang efektif adalah dengan mendesain suatu proses yang disesuaikan dengan karakter siswa dan tujuan pembelajaran tersebut. Alih Peran ( Drama ) sebagai upaya pembelajaran nilai melalui pendekatan bermain dan pen-drama-an suatu cerita yang mengandung pesan moral sesuai tema cerita. Harapannya jika mengetahui dampak negatif secara konkrit dari suatu perilaku maka akan menimbulkan kesan yang lebih nyata. Kemudian yang terjadi adalah ada upaya nyata menjauhi perilaku tersebut.
Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah, penafsiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama ke teater disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Teater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis). Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.

B.     Rumusan Masalah

-                   Apa Itu Alih Peran Atau Drama ?
-                   Bagaimana Alih Peran atau Drama yang Diterapkan disekolah?
-                   Bagaimana Metode Alih Peran (Drama) dalam Bimbingan?
-                   Apa manfaat Dari Alih Peran atau Drama?

C.    Tujuan
-                   Untuk Mengetahui Alih Peran Atau Drama.
-                   Untuk Mengetahui Alih Peran Atau Drama yang Diterapkan.
-                   Untuk Mengetahui Metode Alih Peran (Drama) dalam Bimbingan.
-                   Untuk Mengetahui Manfaat dari Alih Peran.


BAB II
PEMBAHASAN

A.          Pengertian Alih Peran ( Drama )
Alih Peran ( Drama ) adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah, penafsiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama ke teater disebut proses teater atau disingkat berteater.
Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Teater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehiudpan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis). Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.

B.           Penerapan Alih Peran ( Drama ) Disekolah
Penerapan Alih peran atau drama dalam dunia pendidikan sangat baik bagi siswa sekolah dasar serta memperbaiki norma umum masyarakat pada siswa dalam rangka memberikan terapi terhadap pola perilaku mal-adaptif yang tampak pada siswa sekolah dasar. Perilaku mal-adaptif adalah keadaan dimana siswa sekolah dasar kurang bisa menerapkan tugas-tugas perkembangan yang seharusnya dilakukan. Dengan diterapkannya Alih peran atau drama disekolah dasar bisa mengurangi kekerasan dan perkelahian yang sering terjadi antara siswa sekolah dasar.
Pengajaran drama diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu pengajaran teks drama yang termasuk sastra dan pementasan drama yang termasuk teater. Dalam proses bimbingan kedua proses tersebut dilakukan bertujuan siswa dapat menangkap makna yang terdapat dari cerita atau peran yang dimainkan. Bermain peran adalah pementasan drama yang sangat sederhana dengan peran yang diambil dari kehidupan nyata sehari-hari.

C.    Metode Alih Peran ( Drama ) dalam Bimbingan
Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dari dalam kehidupannya agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidup (Bimo Walgito, 2004). Dalam proses bantuan kepada individu tersebut terdapat serangkaian instrumen, media dan metode. Salah satu metode yaitu alih peran (drama). Alih Peran ( Drama ) sebagai proses terapi adalah bantuan dengan cara individu atau kelompok diberikan bentuk cerita tertentu untuk diperankan. Harapannya individu dapat mengambil makna dan pesan moral yang implisit maupun eksplisit dari cerita tersebut. Pendekatan ini dipilih karena dianggap sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
Pola-pola hubungan stimulis-respon atau sebab-akibat dari suatu perbuatan akan secara realistis dapat dilihat dan dirasakan. Siswa diharapkan mendapatkan pemahaman dari terapi yang muaranya melakukan perubahan pada perilaku mal-adaptif yang nampak.
D.    Manfaat Alih Peran ( Drama )
Manfaat dari penerapan alih peran ( drama ) sangat tergantung penerapan dan kontribusi dari lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Jika semua aspek tersebut mendukung akan alih peran atau drama yang diterapkan disekolah dasar akan berdampak positive bagi para siswa sekolah dasar tersebut untuk menghindari perilaku mal-adaptif yang selama ini sering di jumpai disekolah – sekolah dasar. Perilaku mal-adaptif tersebut sangat merugikan bagi siswa sekolah dasar yang tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan, yang seharusnya tugas perkembangan tersebut berkembang dengan baik.
Adapun contoh dari perilaku mal-adaptif yang sering dijumpai disekolah dasar.:
1. Mengucapkan kata-kata kasar dan kotor.
2. Menyakiti (memukul) teman lain yang cenderung normatif terutama wanita
3. Membuat gaduh di kelas saat proses pembelajaran.
4. Mengambil barang orang lain.
5. Merusak fasilitas sekolah yang ada.
 BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Alih Peran ( Drama ) sebagai salah satu metode bimbingan akan sia-sia jika dalam pelaksanaannya tanpa dukungan faktor-faktor ubahan lain dalam pembentukan pola perilaku siswa.. Setiap lingkungan perkembangan siswa memberikan kontribusi pada perkembangan tersebut. Usaha dari sekolah hendaknya mendapat dukungan dari lingkungan diluarnya.
Alih peran (drama) yang dilaksanakan sesuai prosedur yang benar pun belum pasti merubah perilaku mal-adaptif, tetapi setidaknya memberikan pengalaman dan kesan konkrit pada siswa. Pengalaman yang menarik dan berkesan akan lebih lama disimpan dalam ingatan. Siswa setidaknya memiliki ingatan pemikiran bahwa setiap perbuatan baik yang dilakukan akan memberikan konsekuensi logis yang setimbang. Demikian juga sebaliknya.


Media BK - Empati



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Bagi seorang konselor menguasai keterampilan konseling adalah mutlak. Sebab dalam proses kornseling, keterampilan yang baik adalah kunci keberhasilan menuju tercapainya tujuan konseling. Seorang Konselor yang efektif harus mampu merespon klien dengan teknik dan keterampilan yang benar, sesuai keadaan klien saat itu. Respon yang benar adalah respon yang mampu mendorong, merangsang, dan menyentuh klien sehingga klien dapat terbuka untuk menyatakan dengan bebas perasaan, pikiran dan pengalamannya. Selanjutnya klien harus terlibat dalam diskusi mengenai dirinya.
Respon konselor terhadap klien mencakup dua sasaran yaitu perilaku verbal dan perilaku nonverbal. Seorang konselor bukanlah robot melainkan seseorang yang syarat akan latar belakang sosial-budaya-agama, persoalan-persoalan hidup, keinginan dan cita-cita, dan sebagainya. Apabila seorang konselor sedang dalam kondisi tidak nyaman, maka besar kemungkinan kondisi tersebut akan terbawa tanpa sengaja kedalam hubungan konseling. Untuk mengatasi hal tersebut konselor harus berusaha mengusir segala masalah diri semaksimal mungkin, dan harus ada kepekaan terhadap diri. Kemudian Konselor harus peka terhadap bahasa tubuh klien.
Keterampilan peka dan empati merupakan keterampilan yang lazim digunakan konselor dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan keterampilan konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk itu, penulis tertarik untuk menulis keterampilan peka dan empati dalam konseling yang harus dimiliki oleh seorang konselor.

Seorang konselor diharapkan memiliki pribadi yang dapat mencerminkan perilakunya dalam mewujudkan kemampuan dalam hubungan membantu konseli, tetapi juga mampu menyadari dunia lingkungannya maupun menyadari masalah sosial politiknya, dan dapat berdaya cipta secara luas dan tidak terbatas dalam pandangan profesionalnya. Maka dari itu dibutuhkan pemahaman yang luas tentang pengembangan pribadi konselor yang terintegrasi, demi tewujudnya lulusan guru pembimbing atau konselor yang profesonal dibidangnya.

B.     Rumusan Masalah.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan empati?
2.      Apa tujuan dari sikap empati?
3.      Bagaimana cara berempati?
4.      Ada berapa macam sikap empati?

C.    Tujuan.
Adapun yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui definisi dari empati.
2.      Untuk mengetahui tujuan dari berempati.
3.      Untuk mengetahui cara berempati.
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis empati.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Empati.
Empati adalah suatu istilah umum yang dapat digunakan untuk pertemuan, pengaruh dan interaksi di antara pribadi dengan pribadi. “Empati” berasal dari kata Yunani “pathos”, yang berarti perasaan yang mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan. Empati mengacu pada kegiatan identifikasi kepribadian yang lebih mendalam kepada seseorang sedemikian rupa sehingga seseorang yang berempati sesaat melupakan atau kehilangan dirinya sendiri. Dalam proses empati yang mendalam inilah berlangsung proses pengertian, pengaruh dan bentuk hubungan antarpribadi yang penting lainnya. Dengan demikian, didalam mendiskusikan konsep empati yang tidak hanya mengulas suatu proses kunci menuju dan di dalam konseling efektif, tetapi juga termasuk pada pekerjaan sebagai guru, pembuka agama, dan pekerjaan lain yang keseluruhan isi pekerjaan tersebut bergantung  pada proses mempengaruhi orang lain.
Secara harfiah, empati adalah seseorang masuk ke dalam diri orang lain dan menjadi orang lain agar merasakan dan menghayati orang lain, maka akan timbul penilaian bahwa orang tersebut mustahil bisa melakukan hal tersebut. Sebab menurut pengertian secara harfiah itu orang masuk ke dalam orang lain, jadi hal itu tidak mungkin.
Empati juga dapat diartikan kepribadian yang ikut merasa dan berpikir ke dalam kepribadian lain sehingga tercapai suatu keadaan identifikasi. Dalam identifikasi ini pemahaman antar manusia yang sebenarnya dapat terjadi. Dalam kenyataanya, tanpa empati tidak mungkin ada pengertian. Pengalaman empati terjadi pada konselor berhari-hari baik ia mengenalinya atau tidak. Dalam konseling, konselor yang efektif berusaha untuk melihat dan memahami masalah yang dihadapi konseli dari sudut pandang konseli itu.
Empati terjadi pada saat seorang manusia berbicara (satu sam lain). Tidak memungkinkan untuk memahami individu lain jika tidak memungkinkan pula untuk mengidentifikasikan diri dengan lawan bicara. Jika kita mencari asal usul kemampuan bertindak dan merasa seolah diri kita ini orang lain ini, kita dapat menemukannya dalam keberadaan perasaan sosial bawaan. Pada kenyataanya, ini merupakan perasaan kosmis dan refleksi dari keterkaitan kosmos seluruhnya yang ada dalam diri kita; karakteristik yang tak dapat dielakkan sebagai manusia.
Dengan demikian empati itu adalah bagaimana seorang konselor dapat menyatukan dirinya dengan seorang klien baik perasaaan, pengalaman maupun pemahaman. Dan empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati. Keterampilan melakukan empati harus selalu dilatih, agar kita sebagai konselor tetap peka terhadap berbagai emosi yang dirasakan Konseli dan mudah dalam memahami isi atau jalan pikiran mereka.

B.     Tujuan Empati.
Adapun tujuan dari empati yang digunakan oleh konselor adalah agar calon konselor mampu memasuki dunia dalam klien melalui ungkapan-ungkapan empati baik itu empati primer maupun empati tingkat tinggi yang menyentuh perasaan klien. Jika demikian keadaannya maka klien akan terbuka dan mau mengungkapkan dunia dalamnya lebih jauh. Baik itu perasaan, pengalamannya, dan pikirannya.
Dengan demikian seorang konselor harus mampu membawa perasaan dan mengungkapnya hingga ke bagian dalam klien agar si klien lebih terbuka dan dapat diterima sebagai konseli. Dengan begitu klien bisa secara baik mengungkapkan apa yang dia rasakan oleh klien. Latihan berempati melibatkan kemampuan memasuki dunia konseli melalui ungkapan-ungkapan empati yang sekiranya dapat menyentuh perasaan dan memperlihatkan pada konseli akan kepedulian kita pada mereka. Kemampuan anda melakukan empati akan membuat konseli bersikap terbuka. Dengan demikian, konseli akan bersedia mengungkapkan dunia dalam dirinya dengan cara yang jauh lebih baik. Dunia dalam diri ini dapat berbentuk isi pikiran, emosi, maupun pengalaman hidupnya yang tersembunyi dan bahkan sisi kelam dalam dirinya. Dan dengan empati konselor akan mampu menggali keterbukaan diri klien.
Hal ini membuat perasaan klien terbuka lalu menyatakan perasaannya dengan bebas dan terus bergerak ke arah pemahaman dan penyadaran diri. Akibatnya adalah klien menjadi rasional dalam menghadapi masalah sehingga melahirkan rencana-rencana yang realistis untuk mengatasinya.

C.    Cara Berempati.
Empati dalam konseling merupakan hal yang sangat penting. Mengingat proses konseling merupakan sebuah bantuan melalui interaksi. Salah satu masalah yang sering muncul adalah kurangnya rasa empati dalam berkomunikasi yang bisa menyebabkan kesalahpahaman interaksi komunikasi sehingga konseli frustasi dan tidak ada manfaat yang dihasilkan dari proses konseling tersebut. Empati merupakan dasar hubungan interpersonal. Hal yang juga penting diungkap dalam konteks peningkatan mutu empati seseorang adalah berlatih menampakkan ekspresi-ekspresi atau isyarat-isyarat non-verbal yang membuat orang lain merasa dimengerti dan diterima, karena kemampuan empati terutama melibatkan kemampuan seseorang untuk membaca perasaan lewat pemahaman terhadap isyarat-isyarat non verbal orang lain. Pemahaman seperti ini membuat hubungan antar individu terjalin dengan baik. Dalam kepustakaan konseling ditegaskan tentang keefektifan konseling (counseling effectiveness) lebih ditentukan dari kecakapan konselor. Oleh karena itu, peran empati cukup esensial yang diakui dalam teori-teori konseling, sehingga empati yang diwujud-nyatakan dalam praktik konseling selama ini merupakan suatu keniscayaan untuk ditumbuh-kembangkan secara sistemis di dunia pendidikan dan kehidupan masyarakat kita.
Dalam dunia konseling, pada dasarnya seorang konselor bekerja atas dasar dan melalui proses empati. Pada proses konseling, baik konselor maupun klien dibawa keluar dari dalam dirinya dan bergabung dalam kesatuan psikis yang sama sehingga emosi dan keinginan keduanya menjadi bagian dari kesatuan psikis yang baru. Oleh sebab itu seorang konselor di tuntut untuk mampu mempergunakan empati baik empati primer maupun empati tingkat tinggi.
Dan untuk lebih baiknya kita tahu bagaimana cara seorang konselor berempati yang akan dibahasa di bawah ini. Keberhasilan empati adalah jika klien dapat memahami empati konselor, sehingga dia percaya diri untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya. Untuk itu sebagai seorang konselor harus bisa memberikan empati yang efektif untuk mencapai tujuannya, yaitu merasakan apa yang dirasakan klien. Dengan demikian empati merupakan latihan yang snagat penting bagi konselor. Hal ini agar konselor memiliki kepribadian yang mampu berkomunikasi dengan klien dan dapat berkomunikasi yang baik dengan klien.
Dan untuk dapat merasakan apa yang dirasakan klien, dipikirkan dan dialami klien, seorang konselor haruslah berusaha, sebagai berikut :
·         Melihat kerangka rujukan dunia-dalam klien atau kehidupan internal klien.
·         Menempatkan diri kedalam persepsi internal klien.
·         Merasakan apa yang dirasakan klien.
·         Berpikir bersama klien, bukan berpikir tentang atau uuntuk klien.
·         Menjadi kaca emosional /cermin perasaan klien
Dengan usaha yang dilakukan di atas maka konselor akan dapat memberi kenyamanan kepada klien dan setelah itu klien pun akan leluasa memberikan atau mencurahkan isi hatinya. Karena jika konselor perpikir seperti yang diatas kemungkinan kecil untuk tidak memotong pembicaraan klien.
Dan empati ini dilakukan oleh seorang konselor dengan menggunakan keterampilan mempengaruhi dengan komponen-komponennya, keterbukaan diri, pengarahan, dan penafisran. Sebab dengan adanya komponen tersebut maka empati akan menjadi mendalam serta nilainya tinggi sehingga segera dapat mengubah perilaku klien.
Dengan usaha seperti diatas maka barulah klien melakukan empati. Sebab empati akan berhasil jika klien dapat memahami empati konselor. Sehingga dia percaya diri untuk mengembangkan/ mencurahkan dan memecahkan masalahnya.
Dan untuk itu berikut ini akan ada cara berempati yang baik yang dikemukan oleh Sofyan S. Wilis dalam bukunya yang berjudul Konseling Individual Dalam Teori Dan Praktek. Yakni sebagai berikut:
·         Kosongkan pikiran dari rasa/sikap egoistic.
·         Amati bahasa tubuh klien, seperti emosi, air muka (mimik), gerak isyarat, dan gerakan yang membawa pesan emosional.
·         Rasakan kehidupan emosi klien, dan berusaha berada dalam kehidupan internal klien.
·         Amati verbal klien yang membawa emosi.
·         Intervensi dengan persyaratan efektif, sesuai dengan keadaan emosi klien (refleksi feeling).
Dari urutan kegiatan di atas ada dua langkah penting untuk memahami emosi klien melalui empati. Yakni : pertama secara tepat merasakan dunia klien melalui perilakunya. Yang kedua adalah secara verbal konselor berbagi pengalaman dengan klien. Dan jika ingin tahu bagaimana tebakan tentang emosi klien itu benar dan jitu. Yaitu jika klien tersebut berkata “yah, itu yang saya maksud.”
Jadi dengan demikian untuk dapat memahami emosi klien, seorang konselor harus melewati empati. Termasuk di dalamnya empati dengan cara masuk langsung ke dunia klien melalui perilakunya. Seperti misalnya konselor melihat perilaku klien saat memberikan wawancara. Dengan demikian akan memudahkan konselor ikut dalam pikiran klien. Yang kedua adalah mengikuti alur yang dikatakan klien (verbal klien). Jika klien merasa sedih dan mimiknya juga sedih maka konselor juga harus demikian. Jangan sampai jika klien mnegatakan atau menceritakan pengalamannya yang sedih, lalu konselor tersenyum atau tertawa. Hal ini tidak akan membuat klien nyaman.


D.    Jenis – Jenis Empati.
Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending. Tanpa perilaku attending, mustahil terbentuk empati. Dan untuk lebih lengkapnya ada dua macam empati adalah sebagai beriku :
a.      Empati primer/ Primery Emphaty (PE), yaitu suatu perasaan bagaimana masuk ke dunia dalam klien merasakan apa yang diarasakan, dan dnegan perilaku attending . Jadi bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka. Contoh ungkapan empati primer : “Saya mengerti keinginan Anda”, “Saya dapat memahami pikiran Anda”, “Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. Atau seperti ini, “anda merasa tidak aman ketika melihat dia. Saya merasakan perasaan anda. Akan teteapi anda memiliki kekuatan untuk bangkit dan pergi meninggalkannya.”
b.      Empati tingkat tinggi yang lebih akurat/ Advanced Accurate Emphaty (AAE), yaitu konselor memberi empati yang lebih mendalam dan mengena sehingga pengaruhnya terasa lebih mendalam pada diri klien, dan pada gilirannya lebih emmbangkitkan suasanan emosional klien. Jadi empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Misalnya: “saya ikut terluka dengan penderitaan anda. Namun saya juga bangga dengan kemampuan daya tahan anda.”, “saya ikut terhina dengan pengalaman keji yang anda alami namun saya salut terhadap keuletan anda memberla kebenaran.” Atau seperti ini, “saya merasakan perasaan cemas yang anda alami. Saya ikut terluka dengan peristiwa tersebut. Namun saya terkesan dengan kekuatan anda untuk bangkit meninggalkan dia.”
Hal diatas tersebutlah contoh empati yang terbagi ke dalam dua macam. Yaitu empati primer dan empati tingkat tinggi. Dan jika ditanya mana yang paling baik antar keduanya, dapat dikatakan semuanya baik. Namun tergantung kepada masalah apa yang di hadapi klien dan juga tergantung kepada klien yang seperti apa yang datang ke konseloor. Mengapa demikian?. Sebab klien yang datang ke kita sebagai seorang konselor banyak karakteristiknya. Aneka ragam klien yang datang ke konselor ini ada 4 ragam, yakni :
a.      Klien suka rela, jika klien yang datang ke konselor dnegan kerelaan hatinya, mungkin bisa digunakan empati yang primer sebab kemungkinan klien yang datang dengan suka rela, dia tidak terlalu membutuhkan pengutan yang lebih dnegan empati.
b.      Klien terpaksa, jika yang datang klien yang seperti ini maka dapat digunakan empati yang tingkat tinggi agar dia lebi merasa di terima di sana.
c.       Klien enggan. Sama juga menggunakan empati tingkat tinggi.
d.      Klien bermusuhan, hal ini dapat menggunakan empati tingkat tinggi. Sebab klien ini memiliki sifat tertutup, menentang, bermusuhan dan menolak secara terbuka. Jika demikian adanya maka dapat digunakan empati tingkat tinggi. Agar si klien merasakan respect dari konselor.
Dan dengan empati PE dan AAE konselor akan mampu mengali keterbukaan diri klien. Hal ini membuat perasaan klien terbuka lalu menyatakan perasaannya dengan bebas dan terus bergerak ke arah pemahaman dan penyadaran diri. Akibatnya adalah klien menjadi rasional dalam menghadapi maslaah sehingga melahirkan rencana-rencana yang realistis untuk mengatasinya.


 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
Empati adalah suatu istilah umum yang dapat digunakan untuk pertemuan, pengaruh dan interaksi di antara pribadian dengan pribadi. “Empati” berasal dari kata Yunani “pathos”, yang berarti perasaan yang mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan. Empati mengacu pada kegiatan identifikasi kepribadian yang lebih mendalam kepada seseorang sedemikian rupa sehingga seseorang yang berempati sesaat melupakan atau kehilangan dirinya sendiri.
Dalam proses konseling, konselor adalah orang yang amat bermakna bagi seorang konseli.konselor menerima konseli apa adanya dan sedia  dengan sepenuh hati membantu konseli mengatasi masalahnya sekalipun dalam situasi yang kritis. Keadaan seperti itulah yang menjadi alas an semua ahli konseling  menempatkan peran konselor pada posisi yang amat strategis dalam upaya “menyelamatkan” konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Semua pendekatan dan ahli konseling menganggap bahwa konselor adalah pihak yang amat menentukan bagi keberhasilan proses konseling.

B.     Saran.
 Konselor diharapkan memiliki pribadi yang dapat mencerminkan perilakunya dalam mewujudkan kemampuan dalam hubungan membantu konseli tetapi juga mampu menyadari dunia lingkungannya, mau menyadari masalah sosial politiknya, dan dapat berdaya cipta secara luas dan tidak terbatas dalam pandangan profesionalnya. Maka dari itu dibutuhkan pemahaman yang luas tentang pngembangan pribadi konselor yang terintegrasi, demi tewujudnya lulusan guru pembimbing atau konselor yang profesonal dibidangnya. Dalam makalah kami akan dibahas lebih lanjut tentang pribadi konselor yang terintegrasi dan indicator pribadi konselor yang terintegrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Mappiare, Andi. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. 2002. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Peka dan Empati Terhadap Konseli. 2013. Diunduh pada tanggal 26 september 2014. <http://Empati/2013/19/JENIS-JENIS-LAYANAN-BIMBINGAN-DAN-KONSELING-PEKA-DAN-EMPATI-TERHADAP-KONSELI.html>