Minggu, 05 Juni 2016

Seminar BK - Peran Konselor Yang Menunjang Kondisi Psikologi Siswa Dalam Proses Konseling






 
 
DISUSUN OLEH :

ARDI
13.6010.60004

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
2015



KATA PENGANTAR
            Dengan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, disertai keteguhan dan kesabaran hati, akhirnya penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan judul PERAN KONSELOR YANG MENUNJANG KONDISI PSIKOLOGI SISWA DALAM PROSES KONSELING
            Dalam penulisan makalah ini,  penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari pihak lain tidak mungkin penulis dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, ucapan terima kasih pertama sekali penulis sampaikan kepada  Orang tua saya tercinta yang telah memberi sumbangan moril maupun materil kepada penulis, selanjutnya rekan-rekan satu angkatan yang juga telah ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Kemudian itu pula, dengan rasa rendah hati penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikkan dimasa yang akan datang. Walaupun demikian penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ......................................................................             ii
DAFTAR ISI ......................................................................................           iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................           1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................            1
1.3 Tujuan ............................................................................................           1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Konseling .........................................................................              2
2.2 Konselor .........................................................................................           2
2.3 Klien ..............................................................................................             6
2.4 Syarat-syarat Konseling .................................................................             8
2.5 Konsidi Psikologi dalam Konseling ...............................................              10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................            13
3.2 Saran ..............................................................................................           13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................              14



BAB I
PENDAHULUAN
     1.1             Latar Belakang
                                                                                
Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu, yaitu interaksi antara konselor dan konseli merupakan suatu kondisi yang membuat konseli terbantu dalam mencapai perubahan yang lebih baik. Disamping itu di katakan pula bahwa pada hakekatnya konseling itu bersifat psikologis.
Dari hakekatnya sebagai hubungan yang bersifat membantu dan sebagai proses psikologis, konseling memberikan pengalaman belajar yang baru kepada seseorang (klien). Dalam konseling, konselor harus mampu menciptakan interaksi konseling sedemikian rupa sehingga pada akhirnya klien memperoleh sesuatu yang baru yang belum pernah meraka miliki sebelumnya.

    1.2              Rumusan Masalah
  §  Menguraikan bagaimana kondisi psikologis siswa yang menunjang proses konseling.

    1.3              Tujuan
  §  Untuk mengetahui kondisi psikologis siswa yang menunjang proses konseling.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1      Definisi Konseling

Secara konvensional, konseling didefinisikan sebagai pelayanan professional (professional service) yang diberikan oleh konselor kepada klien secara tatap muka (face to face) agar klien dapat mengembangkan perilakunya ke arah lebih maju (progressive). Pelayanan konseling berfungsi kuratif (curative) dalam arti penyembuhan dimana klien adalah individu yang mengalami masalah, dan setelah memperoleh layanan konseling, ia diharapkan secara bertahap dapat memahami masalahnya (problem understanding) dan memecahkan masalahnya (problem solving).
2.2       Konselor
Konselor dalam istilah bahasa Inggris disebut Counselor atau Helper merupakan petugas khusus yang berkualifikasi dalam bidang konseling (counseling). Dalam konsep counseling for all, di dalamnya terdapat kegiatan bimbingan (guidance). Kata Counselor tidak bisa dipisahkan dari kata Helping. Counselor menunjuk pada orangnya sedangkan helping menunjuk pada profesinya atau bidang garapannya. Jadi konselor adalah seorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling, ia sebagai tenaga professional.
Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa konselor sebagai pendidik yang merupakan salah satu tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Selanjutnya menurut Buku Standar Kompetensi Konselor Indonesia (2005:4), konselor adalah tenaga professional bimbingan dan konseling (guidance and counseling) yang harus memiliki sertifikasi dan lisensi untuk menyelenggarakan layanan professional bagi masyarakat. Tenaga professional ini disiapkan dan dihasilkan oleh program studi bimbingan dan konseling, jenjang S1, S2 dan S3, termasuk pembinaan profesi di dalamnya.
Konselor sebagai tenaga professional dalam bidang bimbingan dan konseling (guidance and counseling) merupakan tenaga khusus yang memiliki karakteristik atau ciri-ciri dalam aspek kepribadian, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
1.     Karakteristik Kepribadian
Karakteristik kepribadian konselor dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu karakteristik umum dan khusus. Karakteristik umum berkaitan dengan kedudukan konselor sebagai tenaga pendidik, sedangkan karakteristik khusus berhubungan dengan kualitas pribadi yang dapat memperlancar perannya sebagai helper (pembimbing).
2.      Karakteristik Pengetahuan
Dilihat dari aspek pengetahuan (knowledge) konselor adalah tenaga ahli dalam bidang pendidikan dan psikologis (psikopedagogis). Ia memiliki pengetahuan luas tentang teori-teori psikologi, konseling, dan pendidikan, sehingga dapat mengembangkan dan menerapkannya dalam pelayanan konseling kepada klien.
3.      Karakteristik Keterampilan
Konselor sebagai tenaga professional memiliki keterampilan (skill) yang memadai dalam memberikan pelayanan konseling. Keterampilan konselor ini meliputi:
 §  Keterampilan dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada klien (helping relationship)
 §  Keterampilan dalam menerapkan wawancara konseling.
4.     Karakteristik Pengalaman
Di samping karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang memadai, menjadi konselor professional juga memerlukan pengalaman kerja dalam menjalankan praktik konseling baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Kompetensi inti konselor (common comperencies) adalah seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan bersama yang dikuasai konselor dalam setting manapun. Setiap setting bimbingan dan konseling (guidance and counseling) menghendaki kompetensi khusus yang harus dikuasai konselor untuk dapat memberikan pelayanan dalam setting tersebut.
     Kompetensi konselor merujuk kepada penguasaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai serta penampilan ppribadi yang bersifat membantu (helping personal) dan unjuk kerja professional yang akuntabel. Kompetensi konselor dibangun dari landasan filosofis tentang hakekat manusia dan kehidupannya sebagai makhluk Allah Yang Maha Kuasa, makhluk pribadi, dan warga Negara yang berbasis budaya Indonesia.
Sejalan dengan perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia dewasa ini serta mengacu kepada Undang-undang RI Nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) konselor adalah pendidik. Dalam kapasitas sebagai pendidik, konselor berperan dan berfungsi sebagai pendidik psikologis (psychological educator atau psychoeducator), dengan perangkat pengetahuan dan keterampilan psikologis yang dimilikinya, ia berperan memfasilitasi perkembangan peserta didik.
      Kompetensi inti konselor Indonesia telah dirumuskan dan ditetapkan sebagai kesepakatan bersama oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagai standar kompetensi konselor Indonesia (SKKI) yang terdiri dari 7 butir kompetensi; 27 butir sub kompetensi, dan 107 butir indikator kompetensi. Ketujuh butir kompetensi tersebut adalah sebagai berikut:
  §  Menguasai konsep dan praksis pendidikan;
  §  Memiliki kesadaran dan komitmen etika professional;
  §  Menguasai konsep dan praksis assessment;
  §  Menguasai konsep dan praksis bimbingan dan konseling;
  §  Memiliki kemampuan mengelola program bimbingan dan konseling; dan
  §  Menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.
Di dalam proses konseling, semua aspek tersebut saling terkait, sehingga tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Seorang konselor professional akan lebih berhasil dalam memberikaan pelayanan konseling kepada kliennya, bila dibandingkan dengan konselor yang belum professional (konselor pemula). Hal ini disebabkan oleh karena konselor professional memiliki perangkat pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang lebih luas tentang konseling, serta lebih mempunyai sifat-sifat kepribadian yang mantap, seperti: kewibawaan, kehangatan, kestabilan emosi, simpatik, empati, kejujuran, tanggung jawab, dan dapat dipercaya.
Di pihak lain, seorang klien memiliki keunikan tertentu yang berbeda dengan klien lainnya, sehingga bila konselor tidak mampu memahami hal ini, ia tidak akan mempu menciptakan hubungan konseling yang efektif. Seorang konselor professional harus mampu memanfaatkan segala kondisi yang menunjang proses konseling dan menghindari factor-faktor yang dapat menghambat konseling. Di antara kondisi yang menunjang adalah menciptakan keamanan dan kebebasan psikologis, ketulusan dan kejujuran, kehangatan dan penuh penerimaan, empati, perasaan yang menyenangkan, perasaan mencapai prestasi, memiliki harapan dan ketenangan. Di samping itu, konselor professional juga harus mampu menghindari perilaku yang merugikan diri seperti: berbohong, tidak bertanggung jawab, tidak berwibawa, egois, amarah, rendah diri, cemburu, motivasi yang rendah untuk membantu klien, yang dapat disebabkan oleh rendahnya penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
Konselor professional harus dapat memilih metode atau pendekatan-pendekatan konseling yang tepat dan mampu menerapkannya dalam layanan konseling, sehingga ia dapat membawa klien ke arah jalan dimana klien dapat mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki pola piker positif (positive thinking).
Dewasa ini perkembangan konseling di Indonesia diarahkan pada suatu bentuk pelayanan professional dalam lingkup sekolah, karier, industri, keluarga, dan masyarakat luas (counseling for all), dimana konselor harus memahami ilmu filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi, dan pendidikan, agar ia dapat memberikan pelayanan konseling secara profesiona. Jadi jelas bahwa untuk menjadi konselor professional harus juga memahami psikologi konseling.
2.3      Klien
Klien dalam istilah bahasa Inggris disebut Client adalah individu yang memperoleh pelayanan konseling. Dalam konseling pada setting persekolahan, yang dimaksud klien adalah peserta didik (siswa) yang mendapatkan pelayanan konseling, sedangkan dalam konseling pada setting di luar sekolah (counseling for all), yang dimaksud klien adalah seorang atau sekelompok orang sebagai anggota masyarakat, yang memperoleh pelayanan konseling.
Menurut terminologi konvensional, dimana konseling dipandang sebagai jantungnya pelayanan bimbingan yang bersifat penyembuhan (curative), klien didefinisikan sebagai seseorang atau sekelompok orang individu yang mengalami masalah, sehingga mereka membutuhkan bantuan konseling agar dapat menghadapi, memahami, dan memecahkan masalahnya.
Dalam terminologi modern siapa saja yang memperoleh pelayanan konseling disebut klien. Klien tersebut bisa berstatus sebagai peserta didik, pegawai perusahaan atau lembaga pemerintah ataupun swasta, ibu rumah tangga, ayah, pemuda/remaja, orang dewasa, dan lansia (lanjut usia). Mereka secara sadar membutuhkan pelayanan konseling.
Klien adalah individu yang memiliki keunikan tertentu. Keunikan tersebut mencakup: keunikan kebutuhan, keunikan kepribadian, keunikan intelegensi, keunikan bakat, keunikan motif dan motivasi, keunikan minat, keunikan perhatian, keunikan sikap, dan keunikan kebiasaan, yang secara khas mempengaruhi perilakunya.
Pada dasarnya setiap individu menghadapi permasalahan dalam hidupnya dalam jenis dan intensitas yang berbeda. Di antara masalah individu tersebut, beberapa masalah bisa dipecahkan sendiri tanpa intervensi konselor, sedangkan masalah lainnya masih belum bisa diselesaikan sehingga mereka membutuhkan bantuan konselor. Pada umumnya masalah emosi klien yang cara penyelesaiannya membutuhkan bantuan konseling adalah: (1) masalah kecewa, (2) masalah frustasi, (3) masalah kecemasan, (4) masalah stress, (5) masalah depresi, (6) masalah konflik, dan (7) masalah ketergantungan. Di antara keenam masalah ini dapat dialami klien secara bersamaan, misalnya di samping klien mengalami masalah kecewa, ia juga menderita masalah frustasi, kecemasan, begitu juga masalah yang lain.
Jika dilihat dari pihak orang yang akan dibantu, proses konseling ini membatasi beberapa hal (Winkell, 1991:67), yaitu:
1.      Orang harus sudah mencapai umur tertentu sehingga bisa sadar dengan tugas-tugasnya. Kesadaran itu dapat terwujud dalam hal mengetahui secara reflektif. Tanpa kesadaran, pelayanan tidak akan tercapai.
2.      Orang harus bisa menggunakan pikiran dan kemauan sendiri sebagai manusia yang berkehendak bebas serta harus bebas dari keterikatan yang keterlaluan pada perasaan-perasaannya sendiri sehingga tidak terbawa pada perasaan-perasaannya sendiri.
3.      Orang harus rela memanfaatkan pelayanan bimbingan dalam proses konseling. Dengan kata lain, pelayanan bimbingan tidak dapat dipaksakan. Oleh karena itu, seseorang harus yakin bahwa ia sudah mampu untuk mengatur kehidupannya sendiri.
4.      Harus ada kebutuhan objektif untuk menerima pelayanan bimbingan. Subyek harus menyadari bahwa ia harus menghadapi masalah dan mendapatkan pelayanan bimbingan sepenuhnya.





2.4      Syarat-syarat Konseling
Untuk mengadakan proses konseling, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, yaitu dari sisi guru sebagai konselor dan siswa sebagai konseli. Menurut Winkell (1989:87-88), beberapa syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.       Di pihak konselor
o   Tiga sikap pokok, yaitu menerima (acceptance), memahami (understanding), dan sikap bertindak dan berkata jujur. Sikap menerima berarti pihak konselor menerima siswa sebagaimana adanya dan tidak segera mengadili siswa karena kebenaran dan pendapatnya/perasaannya/perbuatannya. Sikap memahami berkaitan dengan tuntutan seorang konselor agar berusaha dengan sekuat tenaga menangkap dengan jelas dan lengkap hal-hal yang sedang diungkapkan oleh siswa, baik dalam bentuk kata-kata maupun tindakan. Sedangkan sikap bertindak dan berkata secara jujur berarti bahwa seorang konselor tidak berpura-pura sehingga siswa semakin percaya dan mantap ketika sedang berhadapan dengan konselor.
o   Kepekaan terhadap apa yang ada di balik kata-kata yang diungkapkan konseli. Kepekaan yang dibangun oleh konselor sekolah akan membantu dalam proses konseling karena konselor akan mendapatkan banyak data yang mungkin secara verbal maupun nonverbal diungkapkan oleh konseli.
o   Kemampuan dalam hal komunikasi yang tepat (rapport). Hal ini berarti konselor mampu menyatakan pemahamannya terhadap hal-hal yang diungkapkan konseli.
o   Memiliki kesehatan jasmani dan mental yang sehat.
o   Wajib menaati kode etik jabatan sesuai dengan yang telah disusun dalam Konvensi Nasional Bimbingan Indonesia.



b.      Di pihak konseli
o   Motivasi yang mengandung keinsyafan akan adanya suatu masalah, kesediaan untuk mengungkapkan masalahnya dengan tulus, jujur, dan adanya kemauan untuk mencari penyelesaian masalah itu.
o   Keberanian untuk mengungkapkan data-data yang ada dalam dirinya sehingga konselor akan lebih mudah memahami/mengenal konseli secara lebih mendalam. Selain itu, konselor juga harus menyadari bahwa konseli yang dating mungkin sedang mengalami perasaan yang sangat sensitive, kurang tenang, kecemasan yang berlebihan, atau kemarahan. Maka, konselor harus bias sabar dan masuk melalui pintu yang tepat agar dapat membantu siswa mengungkapkan seluruh perasaan dan pikiran yang mengganggunya saat itu.

Agar proses konseling berjalan lancar, pihak konselor harus memenuhi beberapa syarat di atas. Di samping itu, konselor juga harus melihat beberapa syarat yang ada di pihak konseli, apakah konseli layak atau tidak untuk dibantu. Jika saat itu konseli belum siap dibantu, pertemuan bisa diundur sampai konseli siap dengan keadaannya untuk proses konseling atau konseli harus segera dibantu, tetapi dengan bantuan pihak psikolog ataupun psikiater.











2.5      Kondisi Psikologis dalam Konseling
Secara umum kondisi psikologis merupakan keadaan, situasi yang bersifat kejiwaan. Konseling merupakan profesi bantuan (helping profession) yang diberikan oleh konselor kepada klien yang berlangsung dalam suatu kondisi psikologis yang diciptakan bersama. Kondisi psikologis ini akan mempengaruhi proses dan hasil konseling.
Pelayanan konseling berlangsung dalam suatu kondisi psikologis tertentu yang dibina konselor dan difokuskan untuk memfasilitasi klien agar dapat melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih maju (progressive) sebagai hasil konseling. Jadi kondisi psikologis yang dimaksud di sini adalah kondisi psikologis yang menunjang proses konseling.
Surya (2003:43-48) mengemukakan beberapa kebutuhan psikologis yang terkait dengan proses konseling, yaitu: memberi dan mencapai prestasi, memiliki harapan, dan memiliki ketenangan. Kebutuhan-kebutuhan psikologis ini harus diperhatikan konselor dalam membina hubungan konseling. Konselor professional selalu menciptakan kondisi tersebut sebagai faktor yang menunjang proses konseling.
Ketika proses konseling berlangsung, konseli akan menyampaikan banyak pesan yang tersirat dalam bentuk ungkapan-ungkapan perasaan, baik perasaan senang maupun tidak senang. Untuk itu, konselor harus tanggap dengan ungkapan-ungkapan tersebut. Berikut adalah daftar perasaan yang biasa diungkapkan oleh konseli:
A.    Perasaan Senang
§  Merasa bahagia
§  Merasa bebas
§  Merasa puas
§  Merasa tenang
§  Merasa tertarik
§  Merasa sabar
§  Merasa nikmat
§  Merasa yakin
§  Merasa kagum
§  Merasa cinta
§  Merasa lega
§  Merasa pantas
§  Merasa santai
§  Merasa takjub
§  Merasa damai

B.     Perasaan Tidak Senang
§  Merasa asing
§  Merasa bingung
§  Merasa takut
§  Merasa cemas
§  Merasa benci
§  Merasa bosan
§  Merasa cemburu
§  Merasa sakit hati
§  Merasa kehilangan
§  Merasa kesepian
§  Merasa berat
§  Merasa berdosa
§  Merasa tegang
§  Merasa terpojok
§  Merasa terombang-ambing






Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ragam kondisi psikologis yang menunjang proses konseling adalah sebagai berikut:
1.      Keamanan dan kebebasan psikologis.
2.      Ketulusan dan kejujuran konselor.
3.      Kehangatan dan penuh penerimaan.
4.      Perasaan konselor yang berempati.
5.      Perasaan konselor yang menyenangkan.
6.      Perasaan mencapai prestasi.
7.      Membangun harapan klien.
8.      Memiliki ketenangan.                                       


 

 













BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
                Konseling merupakan profesi bantuan (helping profession) yang diberikan oleh konselor kepada klien yang berlangsung dalam suatu kondisi psikologis yang diciptakan bersama. Kondisi psikologis yang menunjang proses konseling yaitu situasi yang bersifat kejiwaan baik dalam diri konselor maupun konseli (klien). Kondisi psikologis inilah yang akan mempengaruhi proses dan hasil konseling.
3.2       Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun dari segi materi yang kesemuanya membutuhkan tambahan-tambahan materi dan juga sistematika penulisan. Agar makalah ini dapat dikatakan sedikit mendekati kesempurnaan.















DAFTAR PUSTAKA

M.Surya. 2003. Psikologi Konseling. Bandung: CV Pustaka Bani Quraisy.

Psikologi Konseling. (2012). Jakarta: Dr. Hartono, M.Si. & Boy Soemardi, S.Pd., M.Pd.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar