Minggu, 05 Juni 2016

Laporan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) yang dikembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan REBT ?
2.      Apa manfaat pendekatan REBT ?

C.     Tujuan
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Konseling Behavioristik dan Kognitif.
2.      Sebagai langkah untuk lebih mengenal apa itu yang dimaksud dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah
Pendekatan rational emotive terapi (RET) dikembangkan oleh Albert Ellis. Pada tahun 1955, Ellis mencoba untuk mengombinasikan teori-teori humanistik, filosofi dan behavioral. Penggabungan ini pada akhirnya memunculkan pendekatan atau teori rational emotive therapi (RET). Pada tahun 1956, RET menjadi terapi yang pertama kali menggunakan cara berpikir yang rasional. Alhasil, Ellis disebut sebagai bapak RET juga sebagai kakek dari terapi kognitif behavioral. George & Cristiani (1990) menyatakan bahwa pendekatan RET ini menekankan pada proses berpikir konseli yang dihubungkan dengan perilaku serta kesulitan psikologis dan emosional.
Pendekatan RET lebih diorientasikan pada kognisi, perilaku dan aksi yang lebih mengutamakan berpikir, menilai, menentukan, menganalisis dan melakukan sesuatu. RET lebih banyak bersifat didaktik, sangat direktif dan sangat perhatian terhadap pemikiran daripada perasaan. Pendekatan ini mempunyai asusmsi bahwa kognisi, emosi dan perilaku berinteraksi secara signifikan dan mempunyai hubungan sebab akibat yang resiprokal (Ellis, dalam Corey 1986).
Salah satu pandangan pendekatan ini adalah bahwa permasalahan yang dimiliki seseorang bukan disebabkan oleh lingkungan dan perasaanya, tetapi lebih pada sistem keyakinan dan cara memandang lingkungan di sekitarnya. Lebih khusus lagi, gangguan emosi yang dimiliki seseorang akan memengaruhi keyakinan, bagaimana dia menilai dan bagaimana dia menginterprestasi apa yang terjadi padanya. Jika emosi seseorang terganggu, maka akan terganggu pula pola pikir yang dimiliknya, dengan demikian akan timbul pola pikir yang irasional
B.  Sudut Pandang tentang Sifat Manusia
Pandangan RET menyatakan bahwa manusia didominasi oleh prinsip-prinsip yang menyatakan bahwa emosi dan pemikiran (thingking and feeling) berinteraksi di dalam jiwa. Manusia normal akan berpikir, merasa dan bertindak secara simultan. Pemikiran mereka akan memengaruhi (juga sering menciptakan) perasaan dan perilaku mereka. Emosi mereka akan memengaruhi pemikiran serta tindakan. Tindakan akan memengaruhi pemikiran dan perasaan, dengan demikian untuk mengubah seseorang, maka sangat perlu untuk memodifikasi satu atau dua hal tersebut (George & Cristiani, 1990).
Patterson dalam George & Cristiani (1990), Cottone (1992) menyatakan bahwa pendekatan RET memberikan asumsi bahwa hakikat manusia sebagai berikut:
1) Manusia itu unik secara rasional dan irasional.
2) Gangguan emosi dan psikologis adalah hasil dari berpikir yang irasional dan tidak logis (irrational and illogical thingking).
3) Pemikiran yang irasional merupakan hasil dari belajar yang tidak logis yang biasanya berasal dari orang tua atau budaya.
4) Manusia merupakan binatang verbal, di mana dalam berpikir menggunakan simbol atau bahasa.
5) Gangguan emosional yan terus-menerus akan menimbulkan verbalisasi di mana tidak ditentukan oleh keadaan atau kejadian nyata di luar diri, tetapi lebih pada persepsi dan sikap terhadap kejadian tersebut.
6) Indvidu mempunyai sumber-sumber untuk mengaktualisasikan potensi dirinya dan dapat mengubah pribadi dan hubungan sosialnya.
7) Pikiran negatif mengenai kekalahan diri dan emosi harus dilawan dengan cara mererorganisasi pikiran dan persepsi.
Ellis dalam Cottone (1992) menyatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berpikir secara irasional, kebiasaan untuk merusak diri, berpikir yang sia-sia, dan tidak toleransi terhadap lingkunganya. Hal ini akan semakin kuat jika lingkungan di mana mereka ada pendukungnya.
Dalam pendekatan RET, gangguan yang dialami oleh manusia (frustasi, sesal dan lain-lain) merupakan manifestasi dari pemikiran yang irasional. Pemikiran irasional ini biasanya ditandai dengan ungkapan atau pernyataan seperti “Saya harus...”, “Pokonya saya akan...”, “Saya harus seperti yang didambakan orang lain”, “Orang lain harus bertindak sebagaimana yang saya lakukan” dan “Jika saya ingin A, maka harus mendapatkan A”.
Untuk menangani masalah konseli yang mempunyai pemikiran irasional. Ellis memperkenalkan teori A-B-C. A adalah kenyataan dan kejadian yang ada atau sikap dan perilaku seseorang. B merupakan keyakinan terhadap A yang biasanya memunculkan C (reaksi emosional +/-). C merupakan konsekuensi dari emosi atau perilaku (reaksi) yang dapat benar (+) atau salah (-). A (peristiwa) tidak menyebabkan terjadinya konsekuensi emosional. Lebih lanjut, kita dapat mencermati diagram teori A-B-C sebagai berikut:
 Peristiwa                  Kepercayaan                Konsekuensi
A
B
c
D
E
 






   Menolak                         Hasil

Diadaptasi dari:Corey, Gerald. 1986. Theories and Practice of Counseling and Psychotherapy (3rd ed). California: Brooks/Cole Publishing Company. Hlm. 213.
Dari diagram tersebut di atas, konseling dapat dilakukan seseorang mempunyai keyakinan yang irasional (irrational beliefs/Blr). Tujuan konseling dalam hal ini adalah untuk memunculkan keyakinan atau kepercayaan yang rasional (BR). Jika seseorang mempunyai (BIr), maka akan menimbulkan konsekuensi emosional yang negatif (CE-) dan konsekuensi perilaku yang negatif (CB-).
Sebagai contoh kalimat negatif untuk memudahkan pemahaman diagram di atas sebagai berikut:
A : Saya diminta untuk menyanyi di atas panggung.
B : Saya harus dapat menyanyi dengan sebaik-baiknya, jika tidak, maka
akan menjatuhkan harga diri saya (Bir).
C : Saya merasa takut, menderita, tertekan, malu (CE-), saya sering
kali salah ucap dan salah gerak waktu di atas panggung (CB-).
Contoh kalimat positif untuk memudahkan pemahaman diagram tersebut sebagai berikut:
A : Saya diminta untuk bernyanyi di atas panggung.
B : Saya merasa wajar jika terjadi kesalahan atau kekurangan (BR).
C : Saya merasa senang dan penuh semangat (CE+), dengan semikian
saya tidak mengalami salah ucap atau salah gerak (CB+)
Atau:
A : Dalam mengerjakan ujian negara.
B : Saya berharap dapat mengerjakan ujian ini dengan tenang (BR).
C : Saya mengerjakan ujian dengan sedikit rasa gugup (CE+), sehingga mengakibatkan saya sedikit melakukan kesalahan (CB+).
B. pribadi Sehat/Tidak Sehat
Pribadi sehat
Menurut pendekatan RET, pribadi sehat mempunyai ciri memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan diri. Ciri-ciri orang yang teraktualisasikan dirinya sebagai berikut:
1) Mempunyai minat diri terhadap sesuatu.
2) Mempunyai minat sosial.
3) Mempunyai arah diri.
4) Toleransi terhadap orang lain yang berbeda perilaku.
5) Fleksibel terhadap perubahan dan tidak bersifat kaku.
6) Mampu menerima ketidakpastian.
7) Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya.
8) Berpikir secara ilmiah.
9) Menerima diri tanpa syarat tertentu.
10) Mampu mengambil resiko.
11) Mempunyai hedonisme untuk jangka waktu yang lama.
12) Tidak bersifat utopian.
13) Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap frustasi.
14) Bertanggung jawab terhadap gangguan mental.

Selain hal yang telah disebutkan, orang sehat menurut RET adalah mereka yang mempunyai daya kreativitas, memelihara diri, peka terhadap indra, memerhatikan orang lain, dan mampu belajar dari kesalahan yang telah diperbuat.
Pribadi tidak sehat
Ellis dalam Corey (1986) menunjukkan bahwa kesalahan berperilaku yang dimunculkan oleh seseorang lebih disebabkan, karena pandangan yang salah dari seseorang terhadap sesuatu. Selanjutnya, Ellis (dalam George & Cristiani, 1990) menyatakan bahwa pribadi yang menyimpang pada sebelas ide yang tidak rasional (eleven irrational idea/thingking).
Adapun kesebelas ide irasional antara lain:
1) Tuntutan untuk selalu dicintai dan didukung oleh orang-orang terdekat (significant others).
2) Tuntutan kompetensi dan kemampuan secara sempurna di semua bidang.
3) Tuntutan untuk menghukum dan menyalahkan orang lain.
4) Tidak senang atas kejadian yang tidak diharapkan.
5) Tuntutan penyebab eksternal.
6) Perhatian pada hal-hal yang berbahaya.
7) Lari dari kesulitan dan tanggung jawab.
8) Keharusan untuk bergantung.
9) Kejadian saat ini ditentukan oleh perilaku masa lalu dan tidak dapat diubah.
10) Terlalu hanyut/peduli pada permasalahn orang lain.
11) Tuntutan jawaban yang selalu benar dan persis atas suatu masalah.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis Pada tahun 1955, Ellis mencoba untuk mengombinasikan teori-teori humanistik, filosofi dan behavioral. Penggabungan ini pada akhirnya memunculkan pendekatan atau teori rational emotive therapi (RET). Pada tahun 1956, RET menjadi terapi yang pertama kali menggunakan cara berpikir yang rasional. Alhasil, Ellis disebut sebagai bapak RET juga sebagai kakek dari terapi kognitif behavioral. George & Cristiani (1990) menyatakan bahwa pendekatan RET ini menekankan pada proses berpikir konseli yang dihubungkan dengan perilaku serta kesulitan psikologis dan emosional.

B. Saran
Pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah 

DAFTAR PUSTAKA
Gantina komalasari, Dkk. (2011). Teori Teknik Konseling, Jakarta: Indeks.
Dr. Hartono, M. B. (2012). PSIKOLOGI Konseling Edisi Revisi. Surabaya: KENCANA.
Gladding, S. T. (2015). KONSELING Profesi yang Menyeluruh Edisi keenam. Jakarta: PT INDEKS, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar