BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendekatan Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada
keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pendekatan Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT) yang dikembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa
tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu
memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui
belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar
kembali untuk berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak
individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui
teori ABCDE.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan REBT ?
2. Apa manfaat pendekatan REBT ?
C.
Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Konseling
Behavioristik dan Kognitif.
2. Sebagai
langkah untuk lebih mengenal apa itu yang dimaksud dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Pendekatan rational emotive terapi (RET)
dikembangkan oleh Albert Ellis. Pada tahun 1955, Ellis mencoba untuk
mengombinasikan teori-teori humanistik, filosofi dan behavioral.
Penggabungan ini pada akhirnya memunculkan pendekatan atau teori rational
emotive therapi (RET). Pada tahun 1956, RET menjadi terapi yang pertama
kali menggunakan cara berpikir yang rasional. Alhasil, Ellis disebut sebagai
bapak RET juga sebagai kakek dari terapi kognitif behavioral. George
& Cristiani (1990) menyatakan bahwa pendekatan RET ini menekankan pada
proses berpikir konseli yang dihubungkan dengan perilaku serta kesulitan
psikologis dan emosional.
Pendekatan RET lebih diorientasikan pada
kognisi, perilaku dan aksi yang lebih mengutamakan berpikir, menilai,
menentukan, menganalisis dan melakukan sesuatu. RET lebih banyak bersifat
didaktik, sangat direktif dan sangat perhatian terhadap pemikiran daripada
perasaan. Pendekatan ini mempunyai asusmsi bahwa kognisi, emosi dan perilaku
berinteraksi secara signifikan dan mempunyai hubungan sebab akibat yang
resiprokal (Ellis, dalam Corey 1986).
Salah satu pandangan pendekatan ini
adalah bahwa permasalahan yang dimiliki seseorang bukan disebabkan oleh
lingkungan dan perasaanya, tetapi lebih pada sistem keyakinan dan cara
memandang lingkungan di sekitarnya. Lebih khusus lagi, gangguan emosi yang dimiliki
seseorang akan memengaruhi keyakinan, bagaimana dia menilai dan bagaimana dia
menginterprestasi apa yang terjadi padanya. Jika emosi seseorang terganggu,
maka akan terganggu pula pola pikir yang dimiliknya, dengan demikian akan
timbul pola pikir yang irasional
B. Sudut Pandang tentang Sifat Manusia
Pandangan RET menyatakan bahwa manusia
didominasi oleh prinsip-prinsip yang menyatakan bahwa emosi dan pemikiran (thingking
and feeling) berinteraksi di dalam jiwa. Manusia normal akan berpikir,
merasa dan bertindak secara simultan. Pemikiran mereka akan memengaruhi (juga
sering menciptakan) perasaan dan perilaku mereka. Emosi mereka akan memengaruhi
pemikiran serta tindakan. Tindakan akan memengaruhi pemikiran dan perasaan,
dengan demikian untuk mengubah seseorang, maka sangat perlu untuk memodifikasi
satu atau dua hal tersebut (George & Cristiani, 1990).
Patterson dalam George & Cristiani
(1990), Cottone (1992) menyatakan bahwa pendekatan RET memberikan asumsi bahwa
hakikat manusia sebagai berikut:
1)
Manusia itu unik secara rasional dan irasional.
2)
Gangguan emosi dan psikologis adalah hasil dari berpikir yang irasional dan
tidak logis (irrational and illogical thingking).
3)
Pemikiran yang irasional merupakan hasil dari belajar yang tidak logis yang
biasanya berasal dari orang tua atau budaya.
4)
Manusia merupakan binatang verbal, di mana dalam berpikir menggunakan simbol
atau bahasa.
5)
Gangguan emosional yan terus-menerus akan menimbulkan verbalisasi di mana tidak
ditentukan oleh keadaan atau kejadian nyata di luar diri, tetapi lebih pada
persepsi dan sikap terhadap kejadian tersebut.
6)
Indvidu mempunyai sumber-sumber untuk mengaktualisasikan potensi dirinya dan
dapat mengubah pribadi dan hubungan sosialnya.
7) Pikiran negatif mengenai kekalahan diri dan emosi harus
dilawan dengan cara mererorganisasi pikiran dan persepsi.
Ellis dalam
Cottone (1992) menyatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berpikir
secara irasional, kebiasaan untuk merusak diri, berpikir yang sia-sia, dan
tidak toleransi terhadap lingkunganya. Hal ini akan semakin kuat jika
lingkungan di mana mereka ada pendukungnya.
Dalam pendekatan RET, gangguan yang
dialami oleh manusia (frustasi, sesal dan lain-lain) merupakan manifestasi dari
pemikiran yang irasional. Pemikiran irasional ini biasanya ditandai dengan
ungkapan atau pernyataan seperti “Saya harus...”, “Pokonya saya akan...”,
“Saya harus seperti yang didambakan orang lain”, “Orang lain harus bertindak
sebagaimana yang saya lakukan” dan “Jika saya ingin A, maka harus mendapatkan
A”.
Untuk menangani masalah konseli yang
mempunyai pemikiran irasional. Ellis memperkenalkan teori A-B-C. A adalah
kenyataan dan kejadian yang ada atau sikap dan perilaku seseorang. B merupakan
keyakinan terhadap A yang biasanya memunculkan C (reaksi emosional +/-). C
merupakan konsekuensi dari emosi atau perilaku (reaksi) yang dapat benar (+)
atau salah (-). A (peristiwa) tidak menyebabkan terjadinya konsekuensi
emosional. Lebih lanjut, kita dapat mencermati diagram teori A-B-C sebagai berikut:
Peristiwa
Kepercayaan Konsekuensi
A
|
B
|
c
|
D
|
E
|
Menolak Hasil
Diadaptasi
dari:Corey, Gerald. 1986. Theories and Practice of Counseling and Psychotherapy
(3rd ed). California: Brooks/Cole Publishing Company. Hlm. 213.
Dari diagram
tersebut di atas, konseling dapat dilakukan seseorang mempunyai keyakinan yang
irasional (irrational beliefs/Blr). Tujuan konseling dalam hal ini
adalah untuk memunculkan keyakinan atau kepercayaan yang rasional (BR). Jika
seseorang mempunyai (BIr), maka akan menimbulkan konsekuensi emosional yang
negatif (CE-) dan konsekuensi perilaku yang negatif (CB-).
Sebagai contoh kalimat negatif untuk
memudahkan pemahaman diagram di atas sebagai berikut:
A : Saya diminta untuk menyanyi di atas panggung.
B : Saya harus dapat menyanyi dengan
sebaik-baiknya, jika tidak, maka
akan menjatuhkan harga diri saya (Bir).
C : Saya merasa takut, menderita, tertekan, malu (CE-),
saya sering
kali salah ucap dan salah gerak waktu di atas panggung
(CB-).
Contoh kalimat positif untuk memudahkan pemahaman diagram
tersebut sebagai berikut:
A : Saya diminta untuk bernyanyi di atas panggung.
B : Saya merasa wajar jika terjadi kesalahan atau
kekurangan (BR).
C : Saya merasa senang dan penuh semangat (CE+), dengan
semikian
saya tidak mengalami salah ucap atau salah gerak (CB+)
Atau:
A : Dalam mengerjakan ujian negara.
B : Saya berharap dapat mengerjakan ujian ini
dengan tenang (BR).
C : Saya mengerjakan ujian dengan sedikit rasa gugup
(CE+), sehingga mengakibatkan saya sedikit melakukan kesalahan (CB+).
B. pribadi Sehat/Tidak Sehat
Pribadi sehat
Menurut pendekatan RET, pribadi sehat
mempunyai ciri memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan diri. Ciri-ciri
orang yang teraktualisasikan dirinya sebagai berikut:
1)
Mempunyai minat diri terhadap sesuatu.
2)
Mempunyai minat sosial.
3)
Mempunyai arah diri.
4)
Toleransi terhadap orang lain yang berbeda perilaku.
5)
Fleksibel terhadap perubahan dan tidak bersifat kaku.
6) Mampu
menerima ketidakpastian.
7)
Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya.
8)
Berpikir secara ilmiah.
9)
Menerima diri tanpa syarat tertentu.
10)
Mampu mengambil resiko.
11)
Mempunyai hedonisme untuk jangka waktu yang lama.
12)
Tidak bersifat utopian.
13)
Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap frustasi.
14) Bertanggung jawab terhadap gangguan mental.
Selain hal yang telah disebutkan, orang
sehat menurut RET adalah mereka yang mempunyai daya kreativitas, memelihara
diri, peka terhadap indra, memerhatikan orang lain, dan mampu belajar dari
kesalahan yang telah diperbuat.
Pribadi tidak sehat
Ellis dalam Corey (1986) menunjukkan
bahwa kesalahan berperilaku yang dimunculkan oleh seseorang lebih disebabkan,
karena pandangan yang salah dari seseorang terhadap sesuatu. Selanjutnya, Ellis
(dalam George & Cristiani, 1990) menyatakan bahwa pribadi yang menyimpang
pada sebelas ide yang tidak rasional (eleven irrational idea/thingking).
Adapun kesebelas ide irasional
antara lain:
1)
Tuntutan untuk selalu dicintai dan didukung oleh orang-orang terdekat
(significant others).
2)
Tuntutan kompetensi dan kemampuan secara sempurna di semua bidang.
3)
Tuntutan untuk menghukum dan menyalahkan orang lain.
4) Tidak
senang atas kejadian yang tidak diharapkan.
5)
Tuntutan penyebab eksternal.
6)
Perhatian pada hal-hal yang berbahaya.
7) Lari
dari kesulitan dan tanggung jawab.
8)
Keharusan untuk bergantung.
9)
Kejadian saat ini ditentukan oleh perilaku masa lalu dan tidak dapat diubah.
10)
Terlalu hanyut/peduli pada permasalahn orang lain.
11) Tuntutan jawaban yang selalu benar dan persis atas
suatu masalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan Rational-Emotive Behavior
Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada
keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan
Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis Pada
tahun 1955, Ellis mencoba untuk mengombinasikan teori-teori humanistik,
filosofi dan behavioral. Penggabungan ini pada akhirnya memunculkan
pendekatan atau teori rational emotive therapi (RET). Pada tahun 1956,
RET menjadi terapi yang pertama kali menggunakan cara berpikir yang rasional.
Alhasil, Ellis disebut sebagai bapak RET juga sebagai kakek dari terapi
kognitif behavioral. George & Cristiani (1990) menyatakan bahwa
pendekatan RET ini menekankan pada proses berpikir konseli yang dihubungkan
dengan perilaku serta kesulitan psikologis dan emosional.
B. Saran
Pemakalah menyadari dalam proses
pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan,
pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pemakalah
guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses
pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan
rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam proses pembuatan makalah
DAFTAR PUSTAKA
Gantina komalasari, Dkk. (2011). Teori Teknik Konseling,
Jakarta: Indeks.
Dr. Hartono, M. B. (2012). PSIKOLOGI Konseling Edisi
Revisi. Surabaya: KENCANA.
Gladding,
S. T. (2015). KONSELING Profesi yang Menyeluruh Edisi keenam. Jakarta:
PT INDEKS, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar